Saham Disuspen Sejak Awal Tahun 2025, Kapan JTrust Bank Penuhi Aturan Free Float?
Saham PT Bank JTrust Indonesia Tbk (kode saham: BCIC), atau yang lebih dikenal sebagai JTrust Bank, masih dalam status disuspen (dihentikan sementara perdagangannya) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Suspensi ini telah berlangsung sejak awal Januari 2025 dan hingga pertengahan Mei belum ada kepastian kapan saham tersebut akan kembali diperdagangkan.
BEI menjelaskan bahwa suspensi dilakukan karena perusahaan tidak memenuhi ketentuan free float minimum yang ditetapkan untuk emiten tercatat.

Saham Disuspen Sejak Awal Tahun 2025, Kapan JTrust Bank Penuhi Aturan Free Float?
Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor ritel yang memiliki saham BCIC karena tidak dapat melakukan transaksi jual maupun beli.
Saham Disuspen Sejak Awal Tahun 2025, Kapan JTrust Bank Penuhi Aturan Free Float?
Free float adalah istilah dalam pasar modal yang merujuk pada persentase saham yang dimiliki oleh publik dan diperdagangkan secara bebas di pasar. BEI menetapkan bahwa setiap perusahaan tercatat harus memiliki minimal 7,5% saham yang dimiliki oleh pemegang saham non-pengendali dengan nilai minimal Rp 1 triliun kapitalisasi pasar.
Tujuan dari kebijakan free float ini adalah untuk memastikan likuiditas perdagangan saham yang cukup, menjaga transparansi, dan memberi ruang partisipasi yang sehat dari publik terhadap saham perusahaan terbuka.
JTrust Bank Belum Penuhi Ketentuan Free Float
Dalam kasus JTrust Bank, laporan BEI mengungkapkan bahwa free float saham BCIC hanya sekitar 5,2%, jauh di bawah batas minimum yang ditentukan. Mayoritas saham BCIC saat ini dikuasai oleh JTrust Co
. Ltd, perusahaan keuangan asal Jepang yang menjadi pemegang saham pengendali.
Kondisi ini menyebabkan BEI harus melakukan suspensi atas perdagangan saham BCIC di seluruh pasar sejak 2 Januari 2025. BEI juga telah memberikan peringatan dan tenggat waktu kepada manajemen JTrust Bank untuk segera melakukan aksi korporasi yang dapat memperbaiki rasio free float.
Tanggapan Manajemen JTrust Bank
Pihak manajemen JTrust Bank dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan free float dan tengah menyiapkan strategi yang tepat. Salah satu opsi yang tengah dikaji adalah divestasi sebagian saham oleh pemegang saham mayoritas kepada publik, baik melalui mekanisme pasar negosiasi atau penawaran terbatas.
Namun demikian, hingga artikel ini ditulis, belum ada pengumuman resmi terkait jadwal atau rencana aksi korporasi tersebut. Investor pun terus menunggu kejelasan dengan harapan bahwa saham BCIC dapat kembali aktif diperdagangkan dalam waktu dekat.
Dampak Suspensi Bagi Investor Ritel
Suspensi perdagangan saham berdampak besar bagi investor, terutama kalangan ritel yang tidak memiliki informasi langsung dari perusahaan. Banyak investor yang merasa
terkunci” karena tidak dapat melepas kepemilikan saham mereka, apalagi jika posisi beli dilakukan di harga tinggi.
Sebagian investor juga menyuarakan kekecewaan melalui forum-forum daring dan media sosial karena kurangnya komunikasi langsung dari pihak perusahaan terkait perkembangan upaya penyelesaian masalah free float.
BEI Beri Peringatan Terbuka
Bursa Efek Indonesia sendiri telah menerbitkan beberapa surat peringatan dan pengumuman publik terkait status saham BCIC. Dalam pernyataan terbarunya, BEI menyatakan bahwa:
“Apabila perusahaan tidak menyelesaikan ketentuan free float hingga batas waktu tertentu, maka bursa berhak melakukan tindakan lanjutan, termasuk potensi delisting (penghapusan pencatatan) saham.”
Peringatan ini menjadi alarm keras bagi manajemen JTrust Bank agar segera mengambil langkah konkret. Delisting tentu akan merugikan investor yang masih memegang saham karena mereka akan kehilangan akses untuk menjual di pasar terbuka.
Reputasi Perusahaan Jadi Taruhan
Suspensi yang berkepanjangan tidak hanya berdampak pada investor, tetapi juga pada reputasi perusahaan.
Kredibilitas JTrust Bank sebagai entitas perbankan yang tercatat di bursa bisa menurun jika dianggap tidak mampu memenuhi kewajiban regulasi pasar modal.
Padahal, secara operasional, JTrust Bank menunjukkan pertumbuhan positif pada beberapa indikator.
Laporan keuangan 2024 menunjukkan bahwa bank ini berhasil membukukan laba bersih dan memperbaiki rasio kredit bermasalah (NPL). Sayangnya, performa positif ini tidak diiringi dengan kepatuhan administratif terhadap ketentuan BEI.
Opsi Solusi yang Bisa Ditempuh
Ada beberapa opsi yang bisa diambil oleh JTrust Bank atau pemegang saham pengendali untuk menyelesaikan masalah ini:
-
Melakukan penawaran saham terbatas (private placement) kepada investor publik untuk menambah kepemilikan non-pengendali.
-
Melakukan penjualan saham secara bertahap di pasar negosiasi, sehingga free float dapat meningkat secara alami.
-
Mengundang mitra strategis lokal untuk masuk sebagai pemegang saham minoritas.
-
Menyelenggarakan program employee stock ownership plan (ESOP) agar saham tersebar lebih luas ke pegawai.
Apakah Akan Terjadi Delisting?
BEI pun tampak masih memberi ruang waktu, terbukti dari belum adanya pengumuman resmi terkait rencana penghapusan pencatatan saham BCIC. Namun, waktu terus berjalan dan investor tentu berharap ada kepastian.
Pelajaran Bagi Emiten Lain
Kasus JTrust Bank menjadi pelajaran penting bagi seluruh emiten di Bursa Efek Indonesia, terutama perusahaan dengan kepemilikan mayoritas oleh satu entitas. Kepatuhan terhadap ketentuan free float bukan hanya formalitas, tetapi bagian dari tata kelola perusahaan yang baik dan transparan.
Baca juga:OJK Aset Dana Pensiun Tembus Rp 1.524,92 Triliun per Maret 2025
Harapan Investor dan Kesimpulan
Mereka menanti transparansi, komunikasi terbuka, dan aksi nyata dari perusahaan maupun otoritas bursa.
Namun jika tertunda lebih lama, kepercayaan pasar akan terus tergerus dan bisa berdampak jangka panjang terhadap performa saham tersebut di masa mendatang.