Pertumbuhan Kredit Korporasi Diproyeksi Tertekan di Tahun 2025
Jakarta – Pertumbuhan kredit korporasi di Indonesia diperkirakan menghadapi tekanan signifikan pada tahun 2025. Hal ini terjadi di tengah risiko perlambatan ekonomi global, ketidakpastian geopolitik, dan tantangan inflasi yang terus membayangi.
Menurut laporan analisis uang beredar dari Bank Indonesia (BI), kredit korporasi tumbuh melambat pada November 2024 sebesar 15,4% year on year (yoy) menjadi Rp 4.106,1 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 15,6%.
Tantangan Ekonomi dan Prospek Kredit Korporasi
Trioksa Siahaan, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), menyebutkan bahwa tantangan utama di tahun 2025 adalah daya beli masyarakat yang masih tertekan, ancaman inflasi, dan kondisi geopolitik global yang memanas. “Proyeksi pertumbuhan kredit korporasi akan melambat, kemungkinan berada di kisaran single digit. Situasi ini lebih berat dibandingkan tahun 2024,” ungkapnya.
Direktur OK Bank, Efdinal Alamsyah, juga menyoroti beberapa risiko yang dihadapi perbankan, termasuk pelemahan permintaan global yang berpotensi menekan ekspor Indonesia. Risiko lain yang dihadapi adalah meningkatnya non-performing loans (NPL) di sektor properti, manufaktur, dan transportasi akibat pelemahan ekonomi.
“Kami memproyeksikan pertumbuhan kredit korporasi sebesar 10% pada 2025, lebih moderat dibandingkan tahun sebelumnya,” ujar Efdinal. Fokus OK Bank adalah sektor infrastruktur, teknologi informasi, manufaktur, kesehatan, dan ekonomi kreatif, yang dianggap lebih resilien terhadap pelemahan ekonomi.
Strategi Perbankan dalam Menjaga Pertumbuhan Kredit
Untuk menjaga kualitas kredit, sejumlah bank menerapkan strategi mitigasi risiko yang lebih ketat. Efdinal menekankan pentingnya diversifikasi portofolio kredit untuk mengurangi risiko konsentrasi pada sektor tertentu yang rentan terhadap pelemahan ekonomi. Langkah-langkah seperti stres uji (stress test) dan pemantauan intensif sektor-sektor rentan juga dilakukan untuk menjaga rasio kredit bermasalah (NPL).
Presiden Direktur PT CIMB Niaga, Lani Darmawan, menyebutkan bahwa tantangan seperti tingginya cost of fund akan menjadi fokus utama pada tahun 2025. “Kami akan mengarahkan pertumbuhan kredit pada sektor UMKM dan ritel, sementara kredit korporasi diproyeksikan tumbuh sekitar 5%-6%,” jelasnya.
Ari Rizaldi, Direktur Treasury & International Banking PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), menambahkan bahwa peluang penurunan suku bunga acuan dapat menjadi sentimen positif bagi kredit korporasi. “Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan pembiayaan korporasi di tengah tantangan ekonomi global,” ujarnya.
Tahun 2025 diperkirakan menjadi tahun penuh tantangan bagi pertumbuhan kredit korporasi di Indonesia. Dengan strategi mitigasi risiko, diversifikasi portofolio, dan fokus pada sektor-sektor potensial, perbankan diharapkan mampu menjaga stabilitas dan kualitas kredit di tengah ketidakpastian ekonomi global.